"Tau ga betapa aku sangat menyayangimu?" kata-kata itu dengan senyuman yang menyertainya selalu terngiang dalam ingatanku. Dan aku selalu menjawab "Owya?? Prove it..." padahal aku tahu betapa banyak bukti cintanya padaku.
Saat itu, seperti ini, senja dengan sinar matahari yang mulai tenggelam. Disini, di tepi kanal yang hampir tepat di tengah danau di belakang rumah kami, dimana kami sering menghabiskan waktu bersama bila bisa cepat pulang kerumah. Setelah kesibukan kami masing-masing yang mungkin takkan ada habisnya. Tawa lepasnya namun dengan suara yang berat, sambil merebahkan kepalanya kepangkuanku dan aku selalu mengelus rambut hitamnya. Aku selalu memperhatikan setiap detil wajah dan ekspresi yang tergaris disana. "Oh Tuhan…aku sangat merindukannya..." dalam hatiku lirih. "Aku hanya merindukannya, Tuhan...". "Aku menangis bukan karena aku tak ikhlas…aku hanya merindukan seorang yang Kau ciptakan untuk menemaniku meskipun untuk sesaat". Aku tak bisa menahan luapan emosi yang terlukis dari linangan airmata di pipiku. "terima kasih Tuhan…kau masih memberikan detik-detik terakhir yang indah kepadanya sebelum Kau mengambilnya". Adzan berkumandang, aku segera meninggalkan kanal menuju rumah dan segera berwudhu untuk menghadap yang Maha Esa.
Rasanya baru kemaren dia mengatakan "rumah ini khusus aku buatkan untukmu dan untuk anak-anakku kelak". Itulah kali pertama aku menginjakkan kakiku kerumah ini, setelah selama seminggu kami berbulan madu di vila cipanas. Dan saat itu aku katakan padanya "hunnie…untuk apa kita jauh-jauh ke cipanas kalo kita punya vila sendiri yang lebih bagus". "Jauh lebih bagus dari vila yang kita pakai kemaren..." aku berkeliling rumah itu dan berakhir dengan terpana di teras belakang yang mengarah ke danau yang mulai berkilauan terkena matahari pagi. Sambil memeluk dan menciumku dari belakang dia berkata "karena saat itu rumah ini belum cukup sempurna untuk ditempati oleh ratu ku ini". Sekali lagi airmataku mengalir. "rasanya dia masih disini, menemaniku" lirihku. Sekitar satu bulan lalu dia dinyatakan hilang bersama jatuhnya pesawat itu.
"Tak ada yang selamat nyonya" sang utusan dari perusahaan mengatakannya dengan jelas. Pesawat pribadi itu membawanya beserta beberapa rekan kerjanya untuk perjalanan bisnis ke Cina. Dan seminggu kemudian aku beserta keluarga korban lainnya memakamkan mereka, korban pesawat itu.
Dering telepon yang tepatdisebelahku membuyarkan lamunanku. "Assalamualaikum..." jawabku. Dan terdengar suara berat yang mirip sekali suara Ary, suamiku, "Wa'alaikumsalam…sheila…kamu tidur ya?" ternyata Subhan teman akrab suamiku
"Engga…kenapa han?" aku heran langsung di terka sedang tidur seperti itu
"aku dari tadi nge-Bel rumah mu tapi ngga ada yang ngebukain pintu nyonya..." suara subhan sedikit kesal, "dan aku masih di depan sekarang bareng Dewi dan Kayla niy…pengen liat tantenya..." Dewi, pendamping setia Subhan yang hanya 1 tahun 4 bulan sudah menambahkan kebahagiaan Subhan dengan kehadiran Kayla diantara mereka.
Segera aku membukakan pintu bagi mereka. Tapi tiba-tiba dunia menjadi gelap dan aku tak tahu apa yang terjadi.
Aku terbangun ditempat yang tidak begitu asing bagi ku akhir-akhir ini, tapi suasananya lebih tenang. Dan aku melihat Subhan dan Dewi tersenyum sambil menghampiriku.
"Hei sayangku..." Dewi menggenggam tanganku dan mencium kedua pipiku, "selamat ya..." lanjutnya
Aku bingung, "ada apa?" sambil memandang Dewi dan Subhan yang tersenyum lebar penuh suka cita. "tidak mungkinkan Ary kembali??" dalam hatiku sempat terlintas pikiran gila itu. Tapi tercetus juga dari mulutku "Ary kembali??". "Aaah…pikiran gila apa yang merasukiku??!!" ujarku dalam hati.
Dewi dan Subhan saling memandang heran, tapi memutuskan untuk seolah-olah tidak memusingkan kata-kataku tadi. "semoga menurutmu INI lebih baik dari itu bu..." kata Subhan hati-hati.
"sayang…kamu sedang mengandung, dan usia kandunganmu sudah 2 minggu" Dewi menatapku dengan senyuman suka cita.
Aku menyentuh perutku "Ya Allah…benarkah? Seorang bayi telah Kau titipkan dalam rahimku?" Aku menatap Dewi dengan airmata suka cita "Wi…Ary pasti senang banget kalo tau dia akan punya anak…dia sangat merindukan kehadirannya".
Dewi memelukku erat, "Iya sayang…Ary pasti sangat senang", Dewi melepaskan pelukannya dan menatap kedua mataku "pertama, dia senang karena kamu, ratu nya tidak akan sendirian lagi". "kedua, dia senang karena dia akan mempunyai seorang anak dari sang ratu yang sangat disayangi nya". Sejenak Dewi terdiam dan, "memang dia ngga salah memilihmu menjadi ratunya, Sheila...". Dengan senyuman dan kembali memelukku Dewi berkata "Ary sangat menyayangimu Sheila, dia akan melakukan apa saja untuk kamu, bahkan sampai akhir hidupnya, dia masih bisa membahagiakanmu". Dewi sekali lagi melepaskan pelukannya dan sekali lagi mencium kedua pipiku.
Hari-hari ku semakin terisi dengan cinta Ary meskipun dia telah tiada. Cinta Ary yang kurasakan dalam lubuk hati, dari kehangatan rumah danau ini, dan lahirnya Muhammad Septian Ary. Selama aku mengandung, aku tak ingin meninggalkan rumah danau ini karena aku ingin bayi dalam rahimku bisa merasakan kehangatan rumah yang dibuatkan ayahnya,untuknya. Ayah dan Ibu ku, menemaniku dirumah danau mengingat aku tak ingin kemana-mana semasa kehamilanku, kecuali bekerja. Hingga Muhammad Septian Ary terlahir selamat dan sehat.
"Ya Allah, terima kasih atas Karunia-Mu. Tiada satupun di dunia ini yang bisa memberikan berlimpah Karunia selain Engkau. Tiada cinta di dunia ini yang bisa menandingi Cinta-Mu".
"Istriku Sheila…
tiada daya ku untuk mencintaimu, kecuali karena Allah
tiada daya ku membuat kau menerima cintaku, kecuali karena Allah
tiada daya ku untuk membahagiakanmu tanpa pertolongan Allah
tiada daya ku membimbingmu tanpa ridha Allah
Kita berdiri disini, bersama seluruh keluarga, sahabat, dan kerabat untuk menyaksikan dan merasakan kebahagiaan kita berdua, tak lain dan tak bukan adalah karena kebesaran Allah
Maka, Istriku Sheila…
Izinkan aku, Ary, sebagai suamimu…untuk,
Mencintaimu,
Membahagiakanmu,
Membimbingmu,
Dengan seluruh kekuatan yang aku punya
Untuk merasakan indahnya cinta Allah kepada umat-Nya"
Itulah puisi Ary pada saat resepsi pernikahan kami di bulan April dua tahun yang lalu.
No comments:
Post a Comment